Pada pengajian yang lalu telah dibahas dawuhipun Syekh Ahmad Ibnu Athoilah As-Sakandari yang berhubungan dengan himah, cita-cita, tujuan orang yang sudah mulai terbuka hatinya, sebagaimana kata beliau:
(35) لاَ تَتَعَدَّ نِيَّةُ هِمَّتِكَ اِلَىغَيْرِهِ فَاْلكَرِيْمُ لاَتَتَخَطَّاهُ الآمَالُ
Artinya:
Jangan lewatkan niat kepentingamu kepada selain Allah. Seberapa tinggi angan-anganmu tidak akan melebihi sifat ke-Maha Murah-an Allah.
La tata’ada: ojo ngliwati. Opo, niyatu himatika: sejane himah siro, cita-cita siro. Ngliwati, ila ghoirihi: maring liyane Gusti Alloh. Jika mempunyai himah, cita-cita, sejo itu jangan sampai kliwat sasaran kepada selain Allah. Fal Karimu: mongko utawi Dzat Kang Moho Loman. Iku, la tatakhoto: ora biso ngliwati. Hu: ing Dzat Kang Moho Loman. Opo, al-amalu: piro-piro pengangen-angen, piro-piro cita-cita, piro-piro kepinginan. Seberapa tinggi kepinginanmu, sifat loman Allah tentu masih lebih tinggi.
Katakan saja, kebutuhan sampean selama hidup itu memerlukan dana 50 triliun, kemurahan dan kelomanan Allah lebih dari itu. Tidak akan mampu melewatinya. Maka bila sampean mempunyai cita-cita mesisan, sampaikan semua. Jangan menyerah setelah jatuh. Mesisan, semua sampaikan ke
Maka jika sampean sudah paham, bashiroh sampean sudah mulai terbuka walau sedikit, mulai bisa memahami sifat kelomanan Allah tidak mungkin sampean hanya bercita-cita rendah murahan, sejone mung etek egleng, mencari yang kecil-kecil. Sekedar hanya ingin enak di dunia yang cepat musnah. Mintalah sesuatu yang tidak bisa hilang musnah. Begitu maksudnya.
الْهِمَّةُ الْعَلِيَةُ تَأْنَفُ مِنْ رَفْعِ حَوَائِجِهَا اِلَىغَيْرِالْكَرِيْمِ وَلاَ كَرِيْمٌ عَلَى الْحَقِيْقَةِ سِوَاىاللهُ
Artinya:
Cita-cita luhur tidak mau melaporkan kebutuhannya kepada selain Dzat Yang Loman. Dan tidak ada yang loman secara haqiqi kecuali Allah.
Al-himmatul ‘aliyatu: utawi cita-cita kang luhur, gegayuhan kang luhur. Iku, taknafu: lumuh, lumuh iku tegese wegah, opo cita-cita luhur. Wegah, min rof’i hawaijiha: saking nglapurno kebutuhane cita-cita luhur. Ila ghoiril karimi: ing liyane Dzat Kang Moho Loman. Orang itu bila mempunyai kebutuhan yang banyak, yang tinggi pasti yang dimintai yang disambati ya pasti yang sesuai dan imbang dengan kebutuhannya itu. Kalau sampean hanya butuh uang 100 atau 200 ya cukup minta tolong tetangga kanan kiri. Tetapi kalau ada panitia masjid butuh dana 150 juta yang dimintai bantuan pasti instansi atau yayasan yang memiliki dana cukup untuk itu. Itu sudah pasangannya. Tidak mungkin
Makanya, sekarang himah sampean seberapa tingginya. Kalau himah sampean itu hanya etek-egleng, kecil-kecilan hanya untuk memenuhi perut kalian, paling minta belas kasihan ya pada orang-orang kecil dan orang yang rendah-rendah saja. Tapi kalu yang akan sampean upayakan itu proyek hidup yang memiliki tujuan akhir slamet dunyo akherat, siapa yang akan mampu memberi? Pasti hanya Allah. Maka, kalau orang itu mempunyai himah yang betul-betul tinggi, pasti sudah tidak mau berkomunikasi dengan orang-orang kecil dan rendah. Diajak bicara tidak nyambung. Saya ini sedang memerlukan dana 250 juta. Terus yang sampean ajak bicara itu orang yang penghasilannya hanya dua ribu. Apa bisa mikir ± 250 juta? Dapat dari mana uang segitu? Gak nyandak, judeg, buntu.
Padahal bila diteliti beneran, wala karimun: lan ora ono kang luwih loman maneh. Alal haqiqoti: ing ngatase sejatine kenyataan. Siwa Allahu: sak liyane Alloh SWT. Loman yang sebener-bener loman itu tidak ada yang mempunyai, selain Allah SWT.
قَالَ اْلجُنَيْدُ رَضِىاللهُ تَعَالَىعَنْهُ الْكَرِيْمُ الَّذِىلاَيَحْوَجُّكَ اِلَىمَسْئَلَةٍ
Artinya:
Syekh Al-Junaid r.a berkata: Dzat yang loman itu yang menyebabkan engkau tidak butuh untuk meminta lagi.
Qola: wus dawuh. Sopo, Al-Junaid: Syekh Al-Junaid r.a. Apa definisi Al-Karim: Planggerane Al-Karim, orang dikatakan loman itu yang bagaimana? Orang loman itu apa yang kalau kawannya datang diberi rokok. Apa yang kalau kawannya repot dibantu. Apa hanya itu? Mari ini diperhatikan, Al-Karimu: utawi kang den arani Loman, Dzat kang den arani Loman kang sejati. Iku, aladzi: wong utowo Pengeran. La yahwajuka: kang ora mbutuhaken, kang ora ndadeaken butuh sopo Al-karim ing siro. Mbutuhno, ndadeaken butuh, ila mas’alatin: maring njaluk maneh. Orang loman itu apabila memberi, yang meminta sudah tidak butuh lagi. Itu orang loman beneran. Kalau Pak nyuwun sak paring-paring, yang keluar hanya Rp.1000,- wah ya masih kurang. Berarti yang memberi belum loman. Orang loman itu
وَقَالَ الْحَدِثْ الْمُحَاسِبِى رَضِىَاللهُ تَعَالَىعَنْهُ الْكَرِيْمُ الَّذِى لاَ يُبَالِى مَنْ أَعْطَى
Artinya:
Syekh Al-Harits Al-Muhasibi berkata: Orang loman adalah orang yang tidak peduli terhadap orang yang pernah diberi.
Wa qola: lan wus dawuh. Sopo Al-Muhasibi r.a: Al-Muhasibi dalam rangka mendefinisikan loman. Al-Karimu: utawi kelomanan, loman sing sejati. Iku, Al-ladzi: wong utowo Dzat. La yubali: kang ora merduli sopo wong utowo Dzat. Ora merduli, man: ing wong. A’tho: kang wus paring sopo ladzi ing wong kuwi mau. Itu definisi loman. Orang loman itu orang yang sudah tidak ngreken siapa yang diberi, tidak peduli. Yang minta itu orang baik apa orang jelek. Yang minta itu musuhku apa kawanku. Yang minta itu anak kecil apa orang tua, tidak pernah dihitung. Asal meminta diberi, meminta diberi. Bahkan terkadang belum meminta sudah diberi. Belum meminta sudah diberi ini orang loman beneran.
وَقِيْلَ الْكَرِيْمُ الَّذِى لاَيُخَيِّبُ رَجَاءَ الْمُؤَمِلِيْنَ
Artinya:
Orang loman adalah orang yang tidak pernah mengecewakan orang yang pernah mempunyai kepinginan.
Wa qila: lan den dawuhaken. Al-Karimu: utawi sing diarani wong loman iku, alladzi: wong. La yukhoyibu: kang ora tahu ngecewaaken sopo wong. Mengecewakan, rojaal muamilin: ing pengarep-arepe piro-piro wong kang duweni kepinginan. Yang dikatakan orang loman itu adalah orang yang tidak pernah mengecewakan orang yang mempunyai kepinginan. Kepinginan apa saja dituruti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar